BANDUNG, SELASA - Pembiayaan investasi, personalia, dan operasional di sekolah
tingkat wajib belajar pendidikan dasar sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat dan daerah. Dilarang ada pungutan di jenjang sekolah dasar dan
menegah pertama yang diselenggarakan pemerintah.
Hal ini diatur tegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan yang dikeluarkan pertengahan bulan lalu. PP yang menjadi
bagian dari upaya standardisasi pendidikan nasional ini mengatur rinci tentang
mekanisme biaya pendidikan, pengelolaan dan tanggung jawabnya.
Menurut Ketua I Forum Aspirasi Guru Independen Indonesia Ahmad Taufan, PP ini
memberi konsekuensi ke depan, yaitu tidak adanya lagi kewajiban masyarakat untuk
ikut menanggung biaya pendidikan di tingkat wajar dikdas. "Kalau di Bandung, ya
yang dibebaskan itu tingkat SD-SMP karena masih memakai wajar dikdas 9 tahun. Di
Jakarta, bisa sampai 12 tahun," tuturnya.
Pengecualiannya, jika sekolah itu merupakan bagian dari program rintisan sekolah
bertaraf internasional (SBI). Di sekolah-sekolah negeri bestatus Rancangan SBI
ini masih dimungkinkan memungut biaya dari masyarakat untuk mendorong kualitas
sekolah. "Ke depan, tidak ada lagi istilah iuran SPP di sekolah dasar dan SMP,"
ucapnya.
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 49 PP 48/2008, masyarakat tidaklah dilarang
memberikan sumbangan yang tidak mengikat kepada sekolah. Namun, syaratnya,
sekolah diwajibkan mempertanggungjawabkan dana secara transaparan dan diaudit
oleh akuntan publik. Lalu, wajib diumumkan ke media cetak berskala nasional.
Pungutan itu, ucapnya, terutama untuk alokasi peningkatan kesejehtaraan guru di
sekolah. Sebanyak 70 persen dana masyarakat terserap untuk ini (kesejahtaraan
guru), tutur guru SDN Merdeka V Kota Bandung ini. Jika pemerintah tidaklah
meningkatkan kesejehteraan guru secara bertahap, ia pesimis, pungutan masih akan
berlangsung. Kita ketahui, tunjangan profesi itu kan tidak diterima setiap guru.
"Tunjangan fungsional yang jelas-jelas diterima seluruh guru, masih suka telat
diterima. Sudah setahun ini telat," ujar Taufan.
Menurut Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan, dua PP yang
baru saja keluar, yaitu PP 48/2008 ditambah PP 47/2008 tentang Wajib Belajar itu
sedikit banyak bakal makin menyulitkan praktik pungutan biaya sekolah dari
masyarakat. Rapat penentuan APBS yang berlangung di SD-SMP di minggu-minggu ini
bakal alot, prediksinya.
Diturunkan ke Perda
Di Kota Bandung, setidaknya dimulai tahun 2009, kedua PP ini akan diterapkan
secara konsekuen. Sebab, kedua PP ini ikut dijadikan referensi aturan dalam
penggarapan draf Rancangan Peraturan Daerah Pendidikan di Kota Bandung. Menurut
Arif Ramdhani, Sekretaris Pansus Draf Raperda Pendidikan di DPRD Kota Bandung,
molornya rencana jadwal pengesahan Raperda Pendidikan ini salah satunya akibat
meny esuaikan kedua PP ini.
Ke depan, sesuai PP ini, sekolah di tingkat wajib belajar dikdas tidak boleh
lagi dipungut biaya, tuturnya. Ketentuan ini akan menyempurnakan program sekolah
gratis yang dijalankan Pemerintah Kota Bandung. Termasuk, mendorong pemen uhan
anggaran 20 persen pendidikan, khususnya dari APBD Kota Bandung. Ini sesuai
ketentuan Pasal 81 PP 48/2008. Nota APBD dianggap inkonstitusional jika tidak
memenuhinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar