Jumat, 27 Februari 2009

Pembiayaan investasi, personalia, dan operasional di sekolah tingkat wajib belajar pendidikan dasar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah p

BANDUNG, SELASA - Pembiayaan investasi, personalia, dan operasional di sekolah 
tingkat wajib belajar pendidikan dasar sepenuhnya menjadi tanggung jawab 
pemerintah pusat dan daerah. Dilarang ada pungutan di jenjang sekolah dasar dan 
menegah pertama yang diselenggarakan pemerintah.

Hal ini diatur tegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang 
Pendanaan Pendidikan yang dikeluarkan pertengahan bulan lalu. PP yang menjadi 
bagian dari upaya standardisasi pendidikan nasional ini mengatur rinci tentang 
mekanisme biaya pendidikan, pengelolaan dan tanggung jawabnya.

Menurut Ketua I Forum Aspirasi Guru Independen Indonesia Ahmad Taufan, PP ini 
memberi konsekuensi ke depan, yaitu tidak adanya lagi kewajiban masyarakat untuk 
ikut menanggung biaya pendidikan di tingkat wajar dikdas. "Kalau di Bandung, ya 
yang dibebaskan itu tingkat SD-SMP karena masih memakai wajar dikdas 9 tahun. Di 
Jakarta, bisa sampai 12 tahun," tuturnya.

Pengecualiannya, jika sekolah itu merupakan bagian dari program rintisan sekolah 
bertaraf internasional (SBI). Di sekolah-sekolah negeri bestatus Rancangan SBI 
ini masih dimungkinkan memungut biaya dari masyarakat untuk mendorong kualitas 
sekolah. "Ke depan, tidak ada lagi istilah iuran SPP di sekolah dasar dan SMP," 
ucapnya.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 49 PP 48/2008, masyarakat tidaklah dilarang 
memberikan sumbangan yang tidak mengikat kepada sekolah. Namun, syaratnya, 
sekolah diwajibkan mempertanggungjawabkan dana secara transaparan dan diaudit 
oleh akuntan publik. Lalu, wajib diumumkan ke media cetak berskala nasional.

Pungutan itu, ucapnya, terutama untuk alokasi peningkatan kesejehtaraan guru di 
sekolah. Sebanyak 70 persen dana masyarakat terserap untuk ini (kesejahtaraan 
guru), tutur guru SDN Merdeka V Kota Bandung ini. Jika pemerintah tidaklah 
meningkatkan kesejehteraan guru secara bertahap, ia pesimis, pungutan masih akan 
berlangsung. Kita ketahui, tunjangan profesi itu kan tidak diterima setiap guru. 
"Tunjangan fungsional yang jelas-jelas diterima seluruh guru, masih suka telat 
diterima. Sudah setahun ini telat," ujar Taufan.

Menurut Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan, dua PP yang 
baru saja keluar, yaitu PP 48/2008 ditambah PP 47/2008 tentang Wajib Belajar itu 
sedikit banyak bakal makin menyulitkan praktik pungutan biaya sekolah dari 
masyarakat. Rapat penentuan APBS yang berlangung di SD-SMP di minggu-minggu ini 
bakal alot, prediksinya.

Diturunkan ke Perda 

Di Kota Bandung, setidaknya dimulai tahun 2009, kedua PP ini akan diterapkan 
secara konsekuen. Sebab, kedua PP ini ikut dijadikan referensi aturan dalam 
penggarapan draf Rancangan Peraturan Daerah Pendidikan di Kota Bandung. Menurut 
Arif Ramdhani, Sekretaris Pansus Draf Raperda Pendidikan di DPRD Kota Bandung, 
molornya rencana jadwal pengesahan Raperda Pendidikan ini salah satunya akibat 
meny esuaikan kedua PP ini.

Ke depan, sesuai PP ini, sekolah di tingkat wajib belajar dikdas tidak boleh 
lagi dipungut biaya, tuturnya. Ketentuan ini akan menyempurnakan program sekolah 
gratis yang dijalankan Pemerintah Kota Bandung. Termasuk, mendorong pemen uhan 
anggaran 20 persen pendidikan, khususnya dari APBD Kota Bandung. Ini sesuai 
ketentuan Pasal 81 PP 48/2008. Nota APBD dianggap inkonstitusional jika tidak 
memenuhinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar