Jumat, 27 Februari 2009

Pendidikan korupsi di sekolah menengah masih dianggap kurang.

YOGYAKARTA, RABU - Pendidikan korupsi di sekolah menengah masih dianggap kurang. 
Para siswa jarang diajarkan tentang seluk-beluk tindak korupsi, termasuk 
transparansi dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah. 

Pendidikan korupsi di sekolah tidak ada. Untuk pelajaran PPKN (Pendidikan 
Pancasila dan Kewarganegaraan) pun hanya disinggung sedikit, kata Rizky Bayu 
Premana, Koordinator aksi damai Kampanye Simpatik 100 Pelajar se-DIY Peserta 
Sekolah Antikorupsi Clean Generation, di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta, 
Rabu (24/9) sore.

Aksi damai ini menjadi salah satu bagian dari sekolah anti korupsi (semacam 
pesantren kilat) yang diikuti oleh pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) 
dan kehiatan rohani Islam (rohis) dari 20 sekolah di DIY.

Pelatihan yang dimotori oleh Forum Pemuda Anti Korupsi (FPAK) bekerjasama dengan 
lembaga swadaya masyarakat Kemitraan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini 
berlangsung 23-25 September, dengan pemberian materi seputar korupsi, pembahasan 
kasus-kasus korupsi, dan diskusi antarpeserta.

Ketua FPAK Suraji mengatakan pelatihan ini merupakan rangkaian awal dari program 
yang direncanakan akan berlangsung selama setahun penuh. " Nantinya, sebanyak 
seratus siswa SMA di DIY setiap bulan akan mendapat pelatihan antokorupsi ini," 
katanya.

Lebih jauh, Suraji mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman 
dan informasi secara mendalam seputar korupsi kepada siswa-siwa tersebut. "Kalau 
mereka sudah paham, maka mereka bisa mengetahui dan ikut mengawasi jika terdapat 
praktek-praktek korupsi di lingkungan sekitar mereka," katanya.

Pasalnya, Suraji melihat sekolah sebagai lembaga pendidikan selama ini menjadi 
sangat rentan terhadap berbagai praktek korupsi. Hal ini tidak terlepas dari 
begitu banyaknya dana yang dialokasikan untuk program-program pendidikan oleh 
pemerintah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sasaran pelatihan pada anak SMA juga dilandasi pemikiran bahwa remaja merupakan 
usia paling produktif dan relatif lebih mudah dalam menyerap pengetahuan 
dibanding kelompok usia lain. Penanaman nilai-nilai antikorupsi sejak dini juga 
dinilai sebagai investasi jangka panjang yang akan menguntungkan di masa depan.

Manfaat pelatihan dirasakan langsung oleh peserta. Menurut Rizky dirinya 
memeroleh banyak pengetahuan, mulai dari posisi Indonesia yang ternyata 
menduduki peringkat keempat negara paling korup di dunia, hingga bagaimana cara 
generasi muda ikut serta memberantas korupsi. Ada tiga cara memberantas korupsi, 
yakni dengan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, ujarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar